Jumat, 11 November 2016

KEDEWASAAN ROHANI

Kolose 4:12

Untuk menjadi seorang yang dewasa tidak cukup hanya sekedar mengalami pertumbuhan fisik yang penuh dengan aktivitas. Tetapi dibutuhkan pembentukan yang sistematis. Bila kekristenan kita masih kanak-kanak maka kita akan dengan sangat mudah diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran sehingga kita menjadi bingung. Oleh karena itu, untuk bisa tetap teguh di dalam Dia, kita harus bertumbuh di dalam segala hal ke arah Kristus, bukan ke arah yang lain  (Ef. 4:14-15). Tuhan menghendaki agar kita menjadi serupa dengan Kristus, bukan hanya sekedar diselamatkan dan menjadi orang percaya  (Ef.4:13). Inilah yang harus menjadi tujuan hidup orang Kristen.

Ketika manusia diciptakan, Tuhan menjadikannya menurut rupa dan gambar-Nya. Sebelum jatuh ke dalam dosa, manusia memiliki sifat, karakter dan kepribadian Tuhan sepenuhnya. Itu sebabnya Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya sekedar memindahkan manusia dari gelap kepada terang, tetapi menjadikannya serupa dengan Kristus.  Selama kita tidak beranjak menjadi akil balig, maka kita akan takluk kepada roh-roh dunia (Gal 4:3)

Apa saja karakteristik dari roh-roh dunia ini
1. Lemah (Gal. 4:9)
Selama kita tidak menjadi dewasa, maka kita akan sering mengalami kelemahan dan selalu merasa tidak memiliki kekuatan untuk bangkit dan mengalami kemenangan
2. Memperbudak / mengikat
Selama kita belum menjadi akil balig, kita akan berada di bawah belenggu dan ikatan yang akan memperbudak kita.

Tidak ada jalan pintas yang dapat membawa kita kepada kedewasaan rohani. Kita tidak dapat menjadi dewasa rohani dengan mengalami pengalaman spiritual seperti melihat malaikat atau melihat sorga atau dengan membaca buku tertentu atau menghadiri seminar tertentu. Jadi, kedewasaan rohani tidak terjadi secara otomatis sekalipun sudah lama menjadi orang Kristen  (Ibr. 5:12-14 , tetapi melalui sebuah proses  (2 Pet 3:18).


Bahan sharing :
- Mengapa ada orang Kristen yang dapat terombang-ambing imannya?
- Bagaimana supaya kita dapat menjadi serupa dengan Kristus?


Sumber:
GBI ECCLESIA

Rabu, 09 November 2016

MASALAH ADALAH BERKAT

Yeremia 27:8,9,11

Ayub 42:5


Masalah, termasuk penyakit, sengsara dan tekanan seringkali dipakai oleh Tuhan sebagai alat yang efektif untuk membentuk umat-Nya. Mungkin kita dapat berkata, "Tidak akan ada pembentukan tanpa adanya masalah. " Tuhan memakai Nebukadnezar, raja Babel untuk membentuk umat-Nya. Bahkan mereka yang tidak mau takluk kepada Nebukadnezar akan dihukum oleh Tuhan  (Yer. 27:8)

Ada beberapa orang Kristen yang mengajarkan untuk menghindari dan menolak masalah  (Yer. 27:9). Mereka yang rela mengikuti proses Tuhan justru akan dipelihara Tuhan dan berkat - Nya tidak berhenti sementara berada di Babel  (Yer. 27:11) Tujuan Tuhan mengijinkan masalah masalah sebenarnya adalah untuk memberkati kita. Apa yang dihasilkan setelah pengalaman Babel tersebut? Perhatikan Yeremia 32:36-44. Mereka dipulihkan, hati dan tingkah laku mereka menjadi tidak bercabang lagi, Tuhan akan mengikat perjanjian dengan mereka dan roh takut akan Tuhan ada di dalam hati mereka. Tuhan mendatangkan keberuntungan dan produktivitas kepada mereka.

Penderitaan dan kesusahan yang begitu hebat yang dialami oleh Ayub membuat dia dapat melihat dan mengenal Tuhan secara pribadi, bukan dari kata orang saja  (Ayb. 42:5) / istrinya tidak dapat melihat hal itu sebagai berkat. Itulah sebabnya ia menganjurkan Ayub agar menjuluki Tuhan  (Ayb. 2:9). Banyak orang Kristen yang kecewa kepada Tuhan atau mengutuki Tuhan ketika mereka menghadapi masalah berat karena tidak mengerti bahwa masalah sebenarnya dapat menjadi berkat bagi mereka.

Masalah adalah berkah atau bencana bagi kita,  tergantung bagaimana cara pandang kita terhadap masalah tersebut dan tergantung kepada siapa kita menggantungkan hidup kita. Kepada diri sendiri, kepada manusia yang bisa gagal atau kepada Tuhan Allah yang hidup yang tidak akan pernah gagal.

Bahan sharing EF :
- Bagaimana sikap dan reaksi kita dalam menghadapi masalah?
-Mengapa kita melihat masalah sebagai suatu berkat / bencana?

Sumber :
GBI ECCLESIA

MENEMUKAN TUJUAN DALAM ECCLESIA FAMILY


Alkitab menunjukkan bahwa kelompok-kelompok kecil pada zaman perjanjian baru melakukan tujuan -tujuan alkitabiah diantaranya seperti Persekutuan, Pemuridan, Pelayanan, Penginjilan, dan Penyembahan Kis 2:42-47. Jelaslah bahwa pada zaman dahulu maupun sekarang kelompok-kelompok kecil yang sehat sudah seharusnya berfokus pada keseimbangan dari tujuan-tujuan ini. Kelompok-kelompok kecil yang bertemu dirumah-rumah seperti yang disampaikan dalam kitab Kisah Para Rasul adalah bagian strategis dari gereja, karena lewat kelompok-kelompok kecil ini gereja dapat bertumbuh menjadi lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas.

1. Persekutuan: "mereka berkumpul. .. dan makan bersama dengan gembira dan tulus hati." Dengan berkumpul dalam kelompok kecil kita dapat mengenal bahwa kita adalah bagian dari keluarga Allah dan kita sedang bersekutu bersama-sama. Hal seperti ini juga yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru, dimana Dia membentuk keluarga kecil yang terdiri dari dua belas orang dan menjalani hidup bersama mereka. Persekutuan sejati tidak hanya menghubungkan kita dan orang lain tetapi juga menghubungkan semuanya dengan Kristus.
2. Pemuridan: Alkitab berkata "mereka bertekun dalam pengajaran Rasul-rasul. "Ini berarti mereka menyerahkan diri untuk bertumbuh dan menjadi dewasa dalam Kristus dan untuk mencapai hal ini mereka berkumpul dirumah-rumah dan mempelajari kembali apa yang sudah diajarkan dibait Allah. Kitapun juga perlu melakukan hal ini, namun perlu diingat bahwa melakukan pemahaman Alkitab hanyalah salah satu bagian dari pemuridan. Pemuridan bukan hanya belajar tentang Firman Tuhan, tetapi juga menerapkan kebenaran Firman itu dalam setiap aspek hidup kita. Kelompok kecil bisa menolong kita untuk melakukan hal tersebut.
3. Pelayanan: "mereka membagikan kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." Kita tidak hanya cukup mengikuti pertemuan sel setiap minggu, tetapi perlu juga terlibat dalam pelayanan yang benar-benar memenuhi kebutuhan orang-orang di dalam gereja  (melayani satu sama lain dalam hal-hal yang praktis seperti menegur, menanyakan kabar, mempersilakan duduk, mencari, menghantar ke tempat duduk yang kosong) terkadang juga pelayanan bisa terjadi dikelompok kita sendiri ketika mereka menghadapi situasi sulit, kita dapat menemani, memberi kekuatan, dan mencari solusi secara bersama-sama.  Hal ini seringkali bisa membuat anggota menemukan betapa Tuhan telah memberi mereka orang-orang yang sangat mengasihi dan mencintai mereka.
4. Penginjilan: pelayanan adalah sebuah cara melayani sesama orang percaya. Misi adalah cara untuk melayani dunia (dan orang tidak percaya) pada umumnya. "Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. "Dunia berarti lingkungan disekitar anda, komunitas anda, serta bagian dunia lainnya.  Misi dapat dimulai dengan hal yang sederhana seperti berdoa bagi lingkungan sekitar, yang kemudian dilanjutkan dengan merancangkan berbagai kegiatan untuk membangun hubungan dengan orang-orang tersebut.
5. Penyembahan: "mereka bertekun... untuk memecahkan roti dan berdoa sambil memuji Allah. "Penyembahan bukan sekedar nyanyian yang kita nikmati sepanjang ibadah akhir pekan.  Penyembahan adalah tentang penyerahan diri kepada Kristus sampai anda mengalami hidup yang makin berkelimpahan dan memiliki karakter yang makin seperti Kristus. Kelompok kecil bisa membantu kita untuk menemukan arti dari penyembahan yang sesungguhnya yakni menjalani hidup dengan mengenakan karakter Kristus.

Bahan sharing EF:
- Dampak apa yang kita rasakan setelah bergabung dalam EF?
- Seberapa sering kita bersaksi tentang pentingnya ber EF kepada orang-orang yang belum bergabung dalam EF?


Sumber :
GBI ECCLESIA

KEDEWASAAN ROHANI

Kolose 4:12

Untuk menjadi seorang yang dewasa tidak cukup hanya sekedar mengalami pertumbuhan fisik yang penuh dengan aktivitas. Tetapi dibutuhkan pembentukan yang sistematis. Bila kekristenan kita masih kanak-kanak maka kita akan dengan sangat mudah diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran sehingga kita menjadi bingung. Oleh karena itu, untuk bisa tetap teguh di dalam Dia, kita harus bertumbuh di dalam segala hal ke arah Kristus, bukan ke arah yang lain  (Ef. 4:14-15). Tuhan menghendaki agar kita menjadi serupa dengan Kristus, bukan hanya sekedar diselamatkan dan menjadi orang percaya  (Ef.4:13). Inilah yang harus menjadi tujuan hidup orang Kristen.

Ketika manusia diciptakan, Tuhan menjadikannya menurut rupa dan gambar-Nya. Sebelum jatuh ke dalam dosa, manusia memiliki sifat, karakter dan kepribadian Tuhan sepenuhnya. Itu sebabnya Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya sekedar memindahkan manusia dari gelap kepada terang, tetapi menjadikannya serupa dengan Kristus.  Selama kita tidak beranjak menjadi akil balig, maka kita akan takluk kepada roh-roh dunia (Gal 4:3)

Apa saja karakteristik dari roh-roh dunia ini
1. Lemah (Gal. 4:9)
Selama kita tidak menjadi dewasa, maka kita akan sering mengalami kelemahan dan selalu merasa tidak memiliki kekuatan untuk bangkit dan mengalami kemenangan
2. Memperbudak / mengikat
Selama kita belum menjadi akil balig, kita akan berada di bawah belenggu dan ikatan yang akan memperbudak kita.

Tidak ada jalan pintas yang dapat membawa kita kepada kedewasaan rohani. Kita tidak dapat menjadi dewasa rohani dengan mengalami pengalaman spiritual seperti melihat malaikat atau melihat sorga atau dengan membaca buku tertentu atau menghadiri seminar tertentu. Jadi, kedewasaan rohani tidak terjadi secara otomatis sekalipun sudah lama menjadi orang Kristen  (Ibr. 5:12-14 , tetapi melalui sebuah proses  (2 Pet 3:18).

Bahan sharing :
- Mengapa ada orang Kristen yang dapat terombang-ambing imannya?
- Bagaimana supaya kita dapat menjadi serupa dengan Kristus?

Sumber:
GBI ECCLESIA

HATI-HATI DENGAN ASUMSI

2 Raja-raja 5:11


Tidak sedikit orang Kristen yang mendengarkan khotbah seperti yang dimaksudkan oleh pendeta, tetapi menurut asumsi sendiri. Inilah yang mengakibatkan banyak orang Kristen yang tidak mengalami kemerdekaan dan terobosan, karena salah dalam mengerti dan mengapresiasikan firman Tuhan.  Ketika Yesus berkata: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap ragi orang Farisi dan Saduki" murid-murid-Nya mengasumsikan Yesus sedang berbicara soal ragi roti. Padahal Ia sedang membicarakan ragi ajaran orang Farisi dan Saduki  (Mat. 16:5-12)

Musa menyangka dengan membunuh seorang Mesir, saudara-saudaranya akan mengerti bahwa Tuhan memakainya  (Kis. 7:22-25). Karena asumsinya itulah, akhirnya ia melarikan diri. Kita sering mengasumsikan sendiri bagaimana seharusnya melayani Tuhan dan apa yang Tuhan kehendaki dalam diri kita. Kita bukan mengenal Tuhan dengan hati, tetapi mengerti Tuhan dengan asumsi.

Naaman, panglima tentara Aram, hampir saja tidak mengalami kesembuhan dari penyakit kustanya, karena ia marah terhadap perlakuan Elisa yang tidak sesuai dengan asumsi atau harapannya  (2 Raj 5:11). Kapal yang ditumpangi oleh Paulus akhirnya terombang-ambing dilanda badai karena perwira, jurumudi dan nahkoda kapal menyangka keadaan akan menjadi baik (Kis. 27:11-13).

Asumsi sangat berbahaya karena beberapa alasan. Pertama, asumsi dapat memimpin kita kepada kesimpulan, keputusan dan tindakan yang salah. Kedua, asumsi menggunakan pikiran kita sendiri yang belum tentu menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Ketiga, asumsi akan membuat kita tidak dapat menerima tuntutan Tuhan. Keempat, asumsi akan menimbulkan kesalahan dalam komunikasi. Kelima, asumsi akan mengacaukan koordinasi kerja dan kelompok.

Bahan sharing EF :
- Pernahkah kita menggunakan asumsi sendiri ketika mendengarkan sebuah khotbah atau ketika bercakap-cakap dengan orang lain? Bagaimana hasil dari asumsi tersebut?
- Pernahkah kita mengasumsikan kehendak dan rencana Tuhan dalam hidup kita dan ternyata asumsi tersebut salah?
- Bagaimana cara agar kita terhindar dari asumsi dalam percakapan,  menilai orang lain, mendengarkan khotbah dan pengajaran, menerima nasihat atau teguran?


Sumber:
GBI ECCLESIA

MENGEMBANGKAN PEMBERIAN ISTIMEWA

Yesaya 43 : 4

Di dunia ini tidak ada dua orang pun yang sama, ini berarti bahwa Tuhan menciptakan setiap manusia dengan  keunikan masing-masing dan di sertai dengan kemampuan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini harus kita terima sebagai sesuatu yang luar biasa. Oleh sebab itu bukan tanpa dasar jika Tuhan berkata bahwa kita berharga dimata-Nya. Karena kita adalah ciptaan yang istimewa. Namun dewasa ini banyak orang yang tidak dapat memahami secara benar keistimewaan dan keunikannya dimata Tuhan sehingga mereka sering kali menyesali, meremehkan bahkan mengutuk dirinya sendiri hanya karena situasi-situasi sulit yang dihadapinya. Ada beberapa catatan yang perlu kita perhatikan, agar kita tidak mudah terseret dalam pemikiran yang salah tentang keberadaan kita.


1. Jangan membandingkan diri kita dengan siapapun termasuk saudara kandung kita sendiri, sebab tidak ada satupun yang sebanding dengan kita.

Orang-orang yang terbiasa membandingkan dirinya dengan orang lain adalah orang yang tidak menerima, tidak memahami dan mengerti kebesaran Tuhan itu. Orang yang mengerti kebesaran Tuhan akan menerima keberadaannya dengan sukacita sebab dia memahami benar bahwa keberadaannya berharga di mata Tuhan.  Tuhan tidak merancangkan kecelakaan, kegagalan, namun merancangkan damai sejahtera dalam hari-hari depan yang penuh pengharapan. Menyadari hal ini membuat kita akan kuat dalam menjalani hari-hari hidup ini, sekalipun ada banyak hal-hal sulit silih berganti datang dalam hidup kita.

2. Jangan berusaha menjadikan diri kita seperti orang yang kita kagumi / menjadi seperti orang lain, akan tetapi menjadi seperti yang Tuhan rancangkan. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang memiliki kesamaan antara satu dengan yang lainnya, sekalipun mereka terlahir kembar. Ini memberi gambaran bahwa kita akan menjadi seperti kita, bukan kita akan menjadi seperti dia. Dengan demikian jangan berjuang untuk mencontoh dan berusaha menjadi seperti orang yang kita kagumi tersebut, namun berjuanglah untuk menjadi seperti yang Tuhan kehendaki atas diri kita. Oleh sebab itu kita mesti berusaha menemukan rancangan Tuhan terhadap diri kita, bukan membuat rancangan sendiri terhadap diri kita lalu menyuruh Tuhan melaksanakannya.

3. Nilai diri kita tidak dapat di bandingkan dengan siapapun
Kegagalan yang sering menguasai banyak orang adalah ketidakpahaman yang keliru. Kita mesti menyadari bahwa nilai yang melekat pada diri kita adalah nilai yang tidak dapat dinilai.  Oleh sebab itu keberadaan kita hari ini sangat bernilai dan hal tersebut tidak dapat digantikan oleh apapun sebab nilai kita adalah senilai darah Tuhan Yesus. Jadi jangan meremehkan diri kita dan merasa orang lain lebih bernilai,  sebab kita ini bernilai.

Bahan sharing EF :
- Pernahkah kita merasa tidak mensyukuri keberadaan kita? Dalam hal apa?
- Apakah hal yang menurut kita istimewa dalam kepribadian kita yang tidak dimiliki oleh orang lain?


Sumber:
GBI ECCLESIA

MENCARI YESUS UNTUK APA?

Lukas 4:42


Bila kita membaca Lukas 4:42-44, maka terlihat jelas bahwa orang banyak mencari Yesus, lalu menemukan-Nya, berusaha menahannya agar tidak meninggalkan mereka  (Luk. 4:42). Banyak orang berusaha mencari Yesus  (beribadah, berdoa, dan menyembah) untuk kepentingan mereka sendiri : berkat, terobosan, karier, kesembuhan, pertolongan,  penyelesaian masalah, mujizat dan seterusnya. Fokus pencarian Yesus adalah untuk diri sendiri.


Seharusnya mereka mencari Yesus ditujukan agar kita dapat mengalami perubahan, sehingga kehidupan kita dipulihkan dan kita dapat mengenal dan melayani Tuhan secara benar. Itulah yang terjadi pada diri Zakheus  (Luk. 19:1-10). Zakheus ingin melihat wajah-Nya. Ketika ia berdialog dengan Yesus secara pribadi dirumahnya, ia mengalami perubahan yang drastis dan keluarganya dipulihkan. Zakheus ingin berjumpa dengan Yesus bukan untuk kepentingan pribadinya. Sepanjang kita masih mencari Yesus sebatas kegiatan agama  (bukan hubungan atau kehidupan), maka kita hanya akan melihat Yesus sebatas kepentingan diri sendiri atau kelompok.

Bukankah Petrus juga mencoba melakukan hal yang sama dengan mencoba membuat tiga kemah untuk Musa, Elia dan Yesus agar ketiganya tetap dekat dengan dirinya, Yakobus dan Yohanes di atas gunung  (Luk. 9:28-36). Pengalaman spiritual Petrus yang begitu hebat di atas gunung tidak dijadikan momentum untuk melayani Tuhan secara lebih baik. Ia menjadikan pengalaman tersebut untuk kepentingan pribadi saja.

Yesus menghendaki agar Injil Kerajaan Allah diberitakan di kota-kota lain, bukan hanya untuk kepentingan kelompok sendiri, atau diri sendiri (Luk. 4:43). Jadi, Tuhan ingin agar diri kita menjadi berkat bagi komunitas, bukan sebaliknya mencari Tuhan untuk kepentingan sendiri. Dia ingin agar kita dapat berjumpa dan mengenal Dia dan kemudian memberikan hidup kita untuk kemuliaan-Nya, bukan untuk keuntungan dan kepentingan kita.

Bahan sharing EF:
- Melalui apa saja kita dapat berjumpa dengan Yesus?
- Apakah yang kita harapkan melalui perjumpaan pribadi dengan Yesus?


Sumber :
GBI ECCLESIA