Kamis, 27 Oktober 2016

LEBIH DARI ORANG-ORANG YANG MENANG

Roma 8:37


Apa yang dimaksud dengan "tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita" teks ini jika dijabarkan secara sepihak tanpa melihat latar belakang dari penempatannya pada Kitab Roma, maka akan diperoleh sebuah pengertian yang "bebas" seperti kita akan menang dari kemiskinan, kesusahan menjadi hidup diberkati berlimpah-limpah. Pernyataan seperti ini menunjukkan bahwa kita tidak memahami secara tepat apa yang dimaksudkan dengan KITA LEBIH DARI ORANG-ORANG YANG MENANG.

Dalam budaya perang orang romawi, jika istilah ini digunakan itu berarti berlaku bagi semua warga sipil yang tidak ikut dalam peperangan membela Negara dimedan pertempuran, mereka hanyalah orang-orang yang berdiam diri diwilayah kenegaraannya dan menantikan kabar dari medan perang yang akan dibawa oleh seorang pengantar berita atau yang dikenal dengan istilah kurir. Jika kurir menyampaikan bahwa peperangan telah dimenangkan oleh prajurit romawi, maka warga sipil akan bergembira dan merayakan kemenangan ini sama seperti prajurit-prajurit yang telah berperang itu. Maka istilah kita lebih dari pemenang ini dikenakan kepada warga sipil sebab orang-orang ini tidak perlu berperang namun mereka dapat merayakan kemenangan yang tidak mereka usahakan itu.

Dalam konteks Roma 8:37 kalimat kita lebih dari orang-orang yang menang berarti kita memperoleh sesuatu yang lebih dari kegembiraan, kesenangan, sukacita karena kemenangan dimedan perang yang tidak diusahakan, bahkan kelepasan dari ancaman ditawan musuh atau menjadi bangsa yang dijajah yaitu sebuah kemerdekaan abadi dari jajahan dan maut oleh karena dosa. Dan hal ini tidak kita usahakan,  namun kita peroleh secara cuma-cuma atau gratis lewat pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib. Jadi ketika teks pada Roma 8:37 mengatakan bahwa kita lebih dari orang-orang yang menang ini berarti kita memperoleh suatu sukacita yang lebih tinggi dan sukacita yang diperoleh karena kemenangan perang yakni rasa sukacita karena kemenangan atas dosa yang membawa kepada kehidupan yang kekal yang tidak kita usahakan atau kerjakan sendiri. Jadi KITA LEBIH DARI ORANG-ORANG YANG MENANG,  karena kita menang atas dosa, dan kemenangan atas dosa tersebut membuat kita dapat memiliki hidup kekal. Dan hal ini lebih bernilai dan berharga dari sebuah kemenangan perang didunia ini yang tidak menjamin keamanan, ketentraman kita selamanya bahkan tidak membawa kepada kehidupan yang kekal.

Memahami latar belakang penempatan teks-teks pada Roma 8:37 membuat kita mengerti bahwa kalau kita sudah hidup tidak terikat dan berbuat dosa lagi, baru kita dapat berkata bahwa SAYA LEBIH DARI ORANG-ORANG YANG MENANG.  Teks pada Roma 8:37 ini juga menggambarkan bahwa memperoleh kemenangan atas dosa itu lebih dari kesenangan,  kegembiraan karena memperoleh harta benda, kedudukan, kesehatan yang baik, sebab semuanya itu tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan yang kekal yang diperoleh karena kelepasan dari dosa. Kemenangan Yesus Kristus diatas kayu salib membuat kita menyadari bahwa dosa tidak lagi berkuasa atas orang percaya dan orang percaya dapat melakukan dosa itu dan tidak lagi hidup berbuat dosa. Kita adalah orang-orang yang lebih dari pemenang, jadi jangan takluk lagi dibawah kuasa dosa namun taklukkanlah diri kita dibawah kasih karunia Tuhan Yesus.

Bahan sharing :
- Menurut pendapat saudara darimana datangnya dosa?
- Apakah dosa dapat memutus kasih karunia Tuhan dalam hidup kita?


Sumber:
GBI ECCLESIA

PENGARUH MORAL


Ketika aku mendengar perkataan itu, maka aku mengoyakkan pakaianku dan jubahku dan mencabut rambut kepalaku dan janggutku dan duduklah aku tertegun.  Ezra 9:3

Ezra mendapat wewenang dari raja wilayah Yehuda untuk menghukum mereka yang telah berzinah. Dalam menangani permasalahan umat, ia tidak menggunakan kekuasaan sekuler,  tetapi menggunakan pengaruh moral. Kesedihan pribadinya yang mendalam telah menggerakkan dan mempengaruhi hati orang lain juga gentar terhadap Firman Tuhan.

Bukan jari telunjuk tetapi air mata. Itulah yang dilakukan Ezra. Ia tidak menunjukkan jarinya sebagai tanda menghakimi bangsa Yehuda. Ia mengeluarkan air mata bukan bagi mereka yang berdosa, tetapi air mata kesedihan yang menunjukkan bahwa umat Tuhan sudah mendukakan Allah dan sudah gagal lagi. Sikap demikianlah yang yang seharusnya dimiliki oleh orang Kristen bila melihat saudara seiman berbuat dosa. Bukan menunjukkan jari kepada mereka sebagai penghakiman, tetapi biarlah hati kita remuk dan menyesal, dan mengungkapkan pengakuan bahwa tanggung jawab kita bersama untuk saling mengingatkan, menjadi kudus, dan menjaga kekudusan sebagai umat Allah. Dengan kata lain semua bertanggung jawab atas dosa yang dilakukan oleh masyarakat Kristiani. Kunci pembaharuan rohani adalah rasa malu yang sungguh dan kesedihan yang mendalam atas dosa yang dilakukan orang lain. Lebih baik menangis atas perbuatan orang lain daripada harus berteriak-teriak menghakimi dan menghukum dia.

Keseimbangan pengajaran dan praktek hidup. Penerapan pengajaran Firman Tuhan tidak akan tercapai bila dalam pelaksanaannya masih dilibatkan unsur-unsur tekanan dan paksaan. Hal yang manjur dan efektif dalam penerapan Firman Tuhan, seperti yang diterapkan oleh Ezra adalah menggunakan pengaruh moral dengan menyelaraskan antara pengajaran dan praktek hidup.

Tidak mudah menerapkan pengaruh moral melalui keselarasan pengajaran dan praktek hidup. Namun dengan memahami bahwa kita bertanggungjawab atas dosa yang dilakukan orang lain, kita pun termotivasi untuk mempraktekkan pengajaran yang benar.

Bahan sharing :
- Bagaimana seharusnya sikap kita ketika kita mengetahui bahwa saudara seiman kita hidupnya tidak berkenan kepada tuhan?
- Apa yang memampukan kita untuk berani menerapkan Tuhan yang telah kita terima?


Sumber:
GBI ECCLESIA

HIDUP BERKENAN

Ayub 42:1-2

"Maka jawab Ayub kepada Tuhan; 'aku tahu,  bahwa engkau sanggup melakukan segala sesuatu,  dan tidak ada rencanaMu yang gagal". Teks ini adalah ungkapan pernyataan Ayub kepada Allah dalam Ay 42:1-2, yang didasari atas apa yang dialaminya. Untuk dapat memahami maksud dan pernyataan Ayub ini, maka kita harus melihat secara keseluruhan apa yang terjadi dengan kehidupan Ayub, sehingga kita tidak salah menafsirkan maksud dari teks ini dan tidak salah menerapkan pada kehidupan kita.

Ketika Ayub berkata bahwa Engkau sanggup melakukan segala dan tidak ada rencanaMu yang gagal dia sedang merujuk kepada keberadaan dirinya secara pribadi dimana dalam satu masa Ayub hidup sebagai orang yang berkelimpahan, terpandang, memiliki keluarga yang baik, anak-anak yang sehat dan istri yang cantik, namun dalam sekejap semua itu berubah secara drastis, Ayub menjadi terhina, keadaan fisiknya buruk karena penyakit,  anak-anaknya meninggal secara mendadak, harta kekayaannya habis, istrinya berpaling meninggalkan dia, sahabat-sahabatnya mempersalahkan dia, sanak keluarganya meninggalkan dia, Ayub yang tadinya masyur sekarang menjadi pesakitan. Keadaan sulit yang dialami Ayub ini telah membuat dia menyadari bahwa Allah berkuasa penuh atas kehidupan orang-orang yang di kenan-Nya sehingga hampir dalam sebagian besar kitab Ayub, kita dapat melihat bagaimana pernyataan-pernyataan Ayub tentang dirinya dan kebesaran Allah yang mengindikasikan bahwa Allah yang berkuasa penuh kepada orang-orang yang dikenan-Nya.

Jadi berdasarkan peristiwa-peristiwa yang di alami Ayub, maka ketika Ayub berkata Engkau sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencanaMu yang gagal hal ini berarti Allah yang berkuasa atas kehidupan setiap orang yang dikenan-Nya dan hal itu bisa berarti kehidupan orang-orang yang tersebut harus sesuai dengan keinginan Tuhan, terserah Tuhan mau dijadikan seperti apa atau dengan kata lain suka-suka Tuhan.

Ketika kita memahami secara benar apa yang dimaksud dengan Engkau sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencanaMu yang gagal menurut konteks kitab Ayub, maka kita akan melihat secara benar tentang kehidupan kita dan menjalani dengan taat yang disertai dengan Iman yang teguh bahwa Allah tidak mungkin melukai orang-orang yang berkenan kepadaNya. Allah tidak mungkin membiarkan orang-orang yang memandang Dia sebagai harta satu-satunya yang paling berharga menjadi orang-orang yang paling susah dan tidak berdaya.  Oleh sebab itu apapun yang terjadi dengan kehidupan kita hari ini, jangan melihat itu sebagai satu-satunya alasan untuk menilai baik/buruk, beruntung/tidak kehidupan kita ini, namun yang mesti kita temukan adalah APAKAH KITA ADALAH TERMASUK ORANG-ORANG YANG DIKENAN ORANG?  Kalau kita sudah menemukan hal tersebut, maka kita pasti sanggup menghadapi apapun yang terjadi dalam hidup ini, dengan hati, pikiran dan sikap yang sesuai dengan keinginan Allah.

Bahan sharing :
- Menurut pendapat kita mengapa Allah mengijinkan situasi yang sulit terjadi atas hidup ini?
- Menurut pendapat kita faktor apakah yang menunjukkan bahwa seseorang berkenan kepada Allah?



Sumber:
GBI ECCLESIA

Jumat, 21 Oktober 2016

ENGKAU SANGGUP

Filipi 4:19

Dalam Fil 4:19 ada pernyataan yang dilontarkan oleh Paulus berdasarkan hikmat dari Allah bahwa Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus. Pernyataan ini ditujukan kepada orang-orang Filipi yang menurut Paulus telah membantu dia dalam pelayanan pengabaran injil dengan mengirimkan bantuan-bantuan berupa barang (Fil 4:14 & 16). Sehingga oleh karena kemurahan hati orang-orang Filipi ini, maka Allah lewat Paulus menjanjikan pertolongan yang sempurna bagi mereka didalam Yesus Kristus. Orang-orang Filipi mendapatkan janji Allah lewat Paulus karena mereka telah menginvestasikan hal yang baik. Sebab itu Allah memberikan janji akan menyerta mereka. 

Ayat ini tentu juga berlaku buat kita namun akan berlaku bagi kita jika ada yang kita investasikan untuk Tuhan.

1. Investasiakan waktu lebih banyak untuk Tuhan (membaca, merenungkan Firman dan berdoa)
Dr. Jeffrey Leven dan Dr. David Larsen merilis hasil riset yang dimuat pada Washington Times bahwa apabila seseorang rajin membaca Alkitab secara teratur, maka hal itu bukan saja berfaedah bagi kerohaniaannya, tetapi juga berdampak baik buat kesehatan tubuhnya. Keduanya telah melakukan penelitian selama berbulan-bulan terhadap lebih dari 600 orang. Dan dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa ternyata mereka yang rajin membaca Alkitab secara teratur mempunyai tekanan darah yang stabil, mempunyai tingkat stress (depresi) yang lebih kecil, lebih sedikit ditemukan penderita penyakit jantung, jarang yang kecanduan obat-obatan, narkoba, maupun alkohol, jarang terjadi perceraian dalam pernikahannya dan secara umum memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik.
Gerakan membaca Alkitab meliris survey kebanyakan orang Kristen belum pernah membaca seluruh Alkitab. Bagaimana kita mau memahami janji Tuhan secara keseluruhan & mengetahui secara konkrit kehendakNya? Jika kita tidak pernah memahami secara benar isi hatiNya yang tertuang didalam Firman Tuhan. Itu sebabnya John Stott dalam bukunya THE BIBLE BOOK FOR TODAY mengatakan "jika Alkitab adalah pernyataan Tuhan tentang dirinya (pribadiNya, PerjanjianNya, PerintahNya) maka jelaslah melalaikan Alkitab berarti mengabaikan Tuhan", Jadi jika kita tidak membaca Alkitab setiap hari, maka kita sedang mengabaikan/tidak memperdulikan setiap hari.
Smith Wigglesworth mengatakan "Doa adalah satu-satunya cara untuk menggerakan hati Allah". Rasul Paulus juga menasehati untuk tetap berdoa dalam Rom 12:12 & 1 Tes 5:17. National institutes of health merilis hasil riset yang mengatakan bahwa orang-orang yang berdoa setiap hari terbukti memiliki resiko 40% lebih rendah terkena hipertensi dibandingkan dengan mereka yang jarang berdoa. Hipertensi dianggap sebagai salah satu penyebab utama serangan jantung.

2. Investasikan Pikiran dan tenaga kita untuk membangun/membentuk keluarga kita.
Banyak orang merasa bahwa membangun sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis cukup dengan menyediakan segala kebutuhan primer (makan, minum, pakaian dan rumah) lalu kebutuhan sekunder (hiburan, mobil, motor dan asesoris-asesoris pelengkap, lalu membayar asisten Rumah Tangga /suster untuk menyelesaikan segala urusan mengenai kebutuhan anak-anak. Maka keluarga tersebut pasti bahagia dan harminis, dibutuhkan sebuah fondasi yang tepat/benar dan fondasi itu adalah IMAN. Iman tidak mungkin dimiliki hanya dengan pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder, Tapi dengan pendekatan-pendekatan rohani yang baik dan pendekatan-pendekatan Rohani itu harus dimulai dari dalam keluarga. BEN FREUNDENBURG DALAM BUKU GEREJA SAHABAT KELUARGA MENGATAKAN "KELUARGA SANGAT PENTING BAGI PERKEMBANGAN IMAN SESEORANG" itu sebabnya Dia merumuskan ada 4 langkah praktis yang dapat dilakukan dalam keluarga untuk membangun iman terutama iman anak-anak kita.
a. Biasakan anak-anak berbicara tentang iman dengan anda (Ibu)
b. Biasakan anak-anak berbicara tentang iman dengan anda (Ayah)
c. Memiliki doa bersama/mezbah doa
d. Membuat sebuah kegiatan keluarga secara bersama untuk membantu orang lain (tujuannya dari kegiatan ini untuk membangun rasa empati dari anak-anak kita untuk perduli terhadap orang lain).

Bahan sharing:
- Bagaimana cara Anda membangun iman dalam keluarga anda atau membangun iman anda sendiri?
-Menurut pendapat anda bagaimanakah sebuah keluarga yang beriman itu?


Sumber:
GBI ECCLESIA

Rabu, 19 Oktober 2016

SUSAHNYA MENGENDALIKAN KEINGINAN

( 2 Korintus 12:7-10 )

Agus berumur dua tahun melihat cokelat di supermarket. Ia merengek kepada ibunya agar dibelikan coklat. Ibunya menolak, "Mama tidak punya uang!" Agus lalu menangis. Ibunya menghardik, "Tidak boleh makan banyak cokelat, nanti Papa marah. "Tetapi Agus menangis lebih keras lagi. Orang-orang di supermarket menoleh dan sang ibu merasa malu, terpaksalah ia membeli cokelat itu. "Makannya tidak boleh sekarang, nanti dirumah bersama Kakak." Agus diam dan merasa puas. Ternyata di mobil ia telah menggigit cokelat itu, Ibunya menegur, lalu Agus menangis dan meronta, Ibunya berteriak, "Diam!" Tetapi Agus justru menangis semakin keras. Ibu itu pusing mendengar tangisannya dan menyerah, "Ya sudah, makanlah!" Lalu sang ibu berpikir, "Lain kali aku tidak akan ajak dia ke supermarket lagi." Dari kisah tersebut setidaknya ada 6 kesalahan yang dilakukan oleh sang Ibu. Pertama, Sang Ibu memberi contoh berbohong, ketika ia mengatakan tidak punya uang. Kedua, sang Ibu memberi motivasi yang keliru, seharusnya ia menyatakan bahwa cokelat dapat merusak gigi bukan nanti Ayah marah. Akibatnya anak tersebut akan bertumbuh dewasa dengan suatu konsepsi bahwa suatu perbuatan keliru harus dijahui bukan karena perbuatan itu keliru, melainkan nanti ada pihak yang marah. Ketiga, sang Ibu menyebut Ayah untuk menakut-nakuti. Ini memberi kesan bahwa ia sendiri kurang sanggup mendidik, lalu memakai backing. Keempat, sang Ibu menumbuhkan figur keliru tentang Ayah, sang Ayah digambarkan sebagai tukang menghukum. Kelima, sang Ibu membiarkan anaknya menodong dengan senjata tangisan. Ketika sang Ibu mengalah, anak dengan mudah membuat kesimpulan bahwa tangisan adalah senjata ampuh. Keenam, sang Ibu mengira bahwa dengan tidak mengajak anaknya ke supermarket, persoalan tersebut tidak muncul lagi. Padahal akar persoalanya masih tetap ada, yaitu kebiasaan si Agus untuk memaksa keinginannya. Siapa yang menjadi korban dari insiden cokelat ini? Tentu anak itu sendiri. Dia akan tumbuh dengan kebiasaan untuk memaksakan keinginannya dan ia akan terbiasa memakai cara itu. Disinilah letak peranan orangtua dalam pembentukan habituasi (kebiasaan) anak.

Pelajaran apa yang dapat kita petik sebagai orangtua maupun sebagai anak yang menjadi orangtua?

1. Cinta sayang bukan berarti mengabulkan semua keinginan yang kita cintai.
Banyak orangtua mengira bahwa demi cinta, keinginan anak perlu dikabulkan dan diutamakan. Ada orangtua yang tidak sampai hati ketika melihat anaknya sedih dan kecewa ketika keinginannya tidak terpenuhi, sehingga orangtua cenderung mengalah dan mengabulkan keinginan anak karena perasaan sayang anak. Cinta sayang yang keliru tersebut akan merugikan anak yang akan membuat anak tersebut bertumbuh menjadi dewasa dengan anggapan bahwa ia adalah nomor satu dan paling penting sehingga kelah semua orang (termasuk orangtuanya) harus mengalah. Mungkin ia akan bertumbuh menjadi egois dan serakah atau juga menjadi orang yang sulit mengatur keinginannya dan kurang mampu bersikap toleran terhadap frustasi. Sebagai orangtua kita harus memberikan cinta sayang yang benar kepada anak dengan tidak mengabulkan setiap keinginannya, sebagai anak kita harus belajar menghormati orangtua dan tidak memaksakan semua keinginan kita. Oleh karena itu firman Tuhan harus menjadi pedoman dalam kehidupan keluarga.

2. Orang percaya harus belajar mengendalikan keinginannya sekalipun tidak mudah
Sejarah keselamatan umat Israel yang dicatat Alkitab pun menunjukkan bahwa Allah tidak memperkenankan umat-Nya merengek dan memaksakan keinginan mereka. Alkitab juga memcatat banyak doa orang saleh yang tidak terkabul, misalnya Paulus yang mengalami penderitaan yang disebut sebagai "suatu duri dalam daging" (2 Kor. 12:7-19). Tuhan Yesus pun tidak memaksakan keinginan-Nya ketika ketika berdoa di Getsemani (Mat. 26:39). Baik sebagai orangtua, maupun sebagai anak, hari ini kita belajar bahwa tidak semua keinginan harus terkabul. Tidak patut kita merengek dan memaksakan keinginan kita kepada orang tua, terlebih kepada Tuhan. Justru karena Tuhan mencintai kita, maka dia tidak mengabulkan semua keinginan kita, Tuhan memberikan kita kesempatan untuk bergumul, bahkan terkadang frustasi dan kecewa agar kita belajar mengendalikan keinginan. Bergantunglah kepada Tuhan maka kita akan menang atas keinginan kita.

Bahan sharing
- Pernahkah kita menerima pengajarannya yang salah ketika masa kanak-kanak? Perubahan apa yang pernah kita alami setelah menerima Kristus?
- Bagaimana kita mengajar anak kita sebelum dan setelah kita menerima Kristus? Perubahan apa yang terjadi dalam diri anak kita setelah kita memberikan pengajaran yang benar melalui Firman Tuhan?


Sumber:
GBI ECCLESIA

MENGAPA PERLU BERDOA UNTUK KELUARGA KITA

(2 Samuel 7:29)

Mengapa setiap ibadah raya minggu, maupun dalam ibadah-ibadah kategorial digereja kita ini, semua kita diajak, dianjurkan, didorong untuk mendoakan keluarga kita? Apakah karena ini adalah visi gereja kita bahwa SETIAP ORANG DALAM KELUARGA MENJADI ORANG PERCAYA SEPERTI KRISTUS? Sehingga setiap kita memiliki tanggung jawab untuk menjadi 'agen' dalam melaksanakan visi tersebut. Kalau Visi gereja menjadi dasar atau alasan utama kita mendoakan keluarga kita, maka suatu saat ketika doa-doa kita tidak mendatangkan sebuah perubahan yang signifikan atau mampu membuat orang yang kita doakan berubah ketetapan hatinya untuk menjadi orang percaya akan Yesus Kristus maka kita akan mulai putus asa, jenuh, bosan dan mulai kendor untuk berdoa bagi keluarga kita tersebut. Oleh sebab itu 'ritual' mendoakan keluarga harus didasari oleh kebenaran Firman Tuhan sebab jika doa untuk keluarga didasarkan pada kebenaran Firman Tuhan, maka kebenaran tersebut yang akan bertanggung jawab terhadap apa yang disampaikan oleh kebenaran itu.
Dalam 2 Samuel 7:29 mencatat Daud yang pada waktu itu sudah menjadi raja dan memerintah terhadap Israel ternyata juga berdoa untuk keluarganya agar Allah berkenan memberkati keluarganya agar tetap ada dihadapan Allah selamanya. Permintaan Daud agar supaya keluarganya tetap ada dihadapan Allah memiliki beberapa makna

1. Agar keluarga Daud tetap MELAYANI ALLAH selama-lamanya.
Kita harus berdoa supaya semua anggota keluarga kita menjadi orang-orang yang setia melayani Tuhan seumur hidupnya. Melayani Tuhan bukan berarti menjadi Pendeta, namun dalam hati dan pikirannya sepenuhnya dikuasai oleh kebenaran Firman Tuhan sehingga dalam berpikir, mengambil keputusan dan bertindak selalu didasarkan pada Firman Tuhan. Dengan demikian apapun profesi yang ditekuni, mereka akan menjalaninya dengan satu dasar yang sama dan tepat yakni kebenaran Firman Tuhan.

2. Agar keluarga Daud tetap MERASAKAN KASIH ALLAH selama-lamanya.
Siapakah Tuhan yang menciptakan alam semesta dan segala isinya? Dialah Tuhan Allah yang kita kenal dalam Yesus Kristus, ini berarti segala keberadaan alam semesta berada dibawah kontrol Allah, dengan demikian jika Allah berkenan kepada suatu bangsa, kelompok atau pribadi maka dia akan memberikan kasih pertolonganNya yang tidak terbatas dan tidak pernah terlambat seperti yang kita lihat terhadap bangsa Israel dan Daud. Bagaimana supaya kita dan keluarga kita bisa merasakan kasih dan pertolongan Allah yang tidak pernah terlambat itu? Jawabannya adalah, kita harus berdoa untuk memohon kasih dari Allah agar masuk dalam hidup dan keluarga kita. Kasih dari Allah akan memampukan kita untuk melakukan minimal dua hal
a. Hidup dalam panduan Firman atau hidup yang digerakkan oleh kebenaran Firman Tuhan, sehingga kita tidak mungkin menjadi seterunya Allah, karena hati, pikiran dan perilaku kita sesuai dengan hati dan pikiran Tuhan itu sendiri. 
b. Kasih dari Allah membuat kita mampu menerima keberadaan keluarga kita yang masih belum menjadi orang percaya dan membuat kita terus berjuang mendoakan mereka akan suatu saat mereka menjadi sama seperti kita menjadi orang percaya yang merasakan kasih Allah.

Maka ketika kita berdoa untuk keluarga kita, saat itu kita sedang memohon kasih dari Allah untuk menarik hari keluarga kita untuk datang kepadaNya dan hidup selamanya dalam naungan kasihNya. Jadi teruslah berdoa untuk keluarga kita sebab itu adalah kebenaran Firman Tuhan yang harus kita taati.

Bahan sharing
1. Apakah mendoakan keluarga menjadi pokok doa yang penting buat kita?
2. Apakah selama kita mendoakan keluarga kita, sudah terjadi perubahan yang signifikan? Coba ceritakan perubahan apakah itu?


Sumber:
GBI ECCLESIA

Selasa, 18 Oktober 2016

KETIKA KITA TERJEPIT

(1 Samuel 30:1-6)

Setiap kita pasti pernah mengalami keadaan terjepit/terhimpit. Mungkinkita terhimpit dalam masalah financial, rumah tangga, sakit-penyakit, pekerjaan, bisnis dsb. Ketika kita terjepit, sering kali kita berusaha mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah kita, atau mungkin memiliki kecendrungan untuk mengambil sikap menyerah dan putus asa terhadap keadaan yang ada. Saat ini, mari kita belajar bagaimana kita menang terhadap kejadian yang menghimpit kehidupan kita.

Beberapa sikap orang ketika menghadapi keadaan terjepit:

1. Lari dari masalah.
Matius 14:15-16 menceritakan ketika murid-murid Yesus, "menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepadanya dan berkata: "Tempat ini sunyi dan hari mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa." Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan."Murid-murid berusaha lari dari masalah. Mereka mau mengikuti Tuhan, bangga sebagai murid Tuhan, tetapi ketika Tuhan megijinkan kondisi yang sulit bagi mereka, maka mereka cenderung lari dari masalah. Sikap demikian juga banyak terjadi dalam kehidupan orang Kristen saat ini. Banyak orang Kristen yang senang menjadi murid Tuhan, tetapi mereka tidak bersedia dibentuk oleh Tuhan, yang terkadang Tuhan ijinkan keadaan terjepit itu ada dalam kehidupan orang kristen.

2. Saling menyalahkan.
Ketika Yesus sedang tertidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan dia dan berkata kepada-Nya, "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" (Mrk. 4:38). Saat itu murid-murid sedang dalam keadaan terjepit, mereka bersikap menyalahkan Tuhan, seakan Tuhan tidak perduli dengan kondisi yang mereka alami. Dalam kondisi yang terjepit, kita sering sekali memiliki sikap seperti murid-murid, kita memiliki kecenderungan untuk menyalahkan orang lain dari pada intropeksi diri, baik itu menyalakan pasanyan, anak, orangtua, perusahaan, keadaan, bahkan tak jarang kita menyalahkan Tuhan dan memandang bahwa Tuhan tidak perduli terhadap kehidupan kita.

3. Tetap taat kepada Tuhan
Daniel 3:13-18 menceritakan tentang Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang sedang dalam keadaan terjepit karena mereka tidak mau menyembah patung Nebudkanezar. Sesungguhnya mereka mendapat tawaran kompromi dari Nebukadnezar bila mereka mau sujud menyembah patungnya, tetapi mereka tetap memiliki komitmen untuk tidak menyembah patung tersebut. Bagi mereka, ada muzijat atau tidak pun tidak ada muzijat dari Allah, mereka tetap tidak mau menyembah patung Nebukadnezar. Dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen, tidak jarang kita menghadapi himpitan serta tawaran-tawara kompromi dengan dunia ini. Tetapi seharusnya kita memiliki sikap tegas seperti tiga sekawan ini, yaitu tidak kompromi dengan dosa apapun konsekwensi yang akan kita hadapi.

4. Menguatkan iman / kepercayaan kepada Tuhan.
1 Samuel 30:1-6 menceritakan Daud yang dalam keadaan yang sangat terjepit dimana wilayahnya, yaitu Ziklag terbakar habis, istri dan anak-anaknya ditawan, lebih dari itu bahwa tentaranya sendiri mengancam untuk melempari dirinya dengan batu. Namun Daud mengambil tindakan yang tepat. Daud menguatkan kepercayaannya kepada Allah sebab dia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Allah. Dalam keadaan sulit, Daud tetap menjadikan Allah sandaran hidupnya, sumber kekuatannya. Dia percaya bahwa Allah sanggup untuk menolongnya. Daud tahu bahwa dalam keadaan terjepit dia tidak dapat berjalan menurut emosinya sehingga dia berserah kepada Tuhan untuk mengontrol kehidupannya. Dalam keadaan sesulit apapun, mari kita belajar untuk tetap berserah kepada Allah maka Dia akan menyatakan kuasa-Nya.

Kita mungkin pernah mengalami di mana kita sedang dalam keadaan terjepit/terhimpit dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Hari ini kita belajar bahwa ketika keadaan menghimpit kita, ingatlah bahwa kita punya Tuhan yang lebih besar dari masalah yang menghimpit kita. Dia Tuhan yang sanggup dan pasti akan menolong setiap kita.

Bahan sharing
- Menurut kita, mengapa orang Kristen mengalami keadaan yang terjepit?
- Pernahkah kita mengalami keadaan terjepit? Bagaimana cara Tuhan menolong kita untuk mengatasinya?


Sumber:
GBI ECCLESIA

KUAT MENGHADAPI GONCANGAN

Setiap kita pasti mengalami goncangan dalam kehidupan ini, entah itu goncangan masalah sakit-penyakit, ekonomi, rumah tangga, pekerjaan atau bisnis.
Setidaknya ada 4 goncangan yang dapat kita catat saat ini:
- Bumi ini terjadi goncangan ketika terjadi bencana alam.
- Ekonomi mengalami goncangan maka terjadi krisis ekonomi.
- Dunia kesehatan mengalami goncangan dengan ditemukannnya virus baru yang selalu berkembang.
- Rumah tangga pun tak lepas dari goncangan.
Mau tidak mau suatu saat kita pasti akan mengalami goncangan, tetapi yang menjadi masalah adalah apakah kita tetap utuh atau tidak ketika goncangan terjadi dalam hidup kita. Bagaimana agar kita kuat menghadapi goncangan dalam kehidupan kita?

1. Milikilah cara pandang yang benar mengenai goncangan (ayat 35-37).
Dalam ayat 35-37 dari Markus pasal yang ke-4, kita dapat mempelajari bahwa Yesus yang mengajak murid-murid berangkat. Ia berada satu perahu dengan murid-murid, tetapi kita melihat bahwa murid-murid diterpa badai yang dasyat sekalipun mereka bersama dengan Yesus. Jadi, bukan berarti bahwa bila kita sudah mempersilahkan Yesus hadir dalam perahu kehidupan kita, maka kita tidak akan pernah menghadapi goncangan lagi. Goncangan bisa saja terjadi akibat kesalahan kita, bisa juga karena Tuhan mengijinkan dengan tujuan untuk alat kemuliaan-Nya (Yoh. 9:1-3) dan bisa juga goncangan terjadi karena Tuhan melatih kita untuk percaya (Mrk. 4:40).

2. Miliki sikap yang benar.
Markus 4:38 mengungkapkan bahwa murid-murid memiliki sikap negatifdengan menyalahkan Tuhan. Mereka memandang bahwa Tuhan tidak memperdulikan kesulitan yang mereka hadapi, yang bisa menjadikan mereka binasa. Hal serupa juga dilakukan Adam yang bersikap negatif ketika Tuhan bertanya kepadanya tentang mengapa ia memakan buah yang Tuhan larang. Ia dengan lantang menyalahkan Tuhan dan Istrinya (Kej. 3:11, 12). Berbeda dengan Ayub ketika mengalami keterpurukan dalam kehidupannya, dimana ia kehilangan semua anaknya, hartanya, mengalami penyakit dan istrinya mencemooh dia, namun Ayub tetap memiliki sikap positif (Ay. 2:9-10). Kita harus tetap memiliki sikap yang positif dalam setiap goncangan yang kita hadapi. Sikap positif ini munculdari sebuah dasar pemikiran bahwa melalui setiap masalah, Allah sedang membentuk kita.
Tanamkan dalam hati dan pikiran kita bahwa kuasa Tuhan tidak pernah berubah Markus 4:39 mengatakan, "Ia pun bangun dan menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam, Tenanglah!" Lalu angin itu redah dan danau itu menjadi teduh sekali." Kita dapat membaca bahwa kuasa Yesus dinyatakan begitu luar biasa. Hanya dengan hardikkan maka taufan itu berhenti dan danau itu teduh kembali. Apa yang menjadi taufan dalam hidup kita saat ini? Mungkin kita sedang mengalami goncangan hal ekonomi, kesehatan, rumah tangga, bisnis, pekerjaan, dlsb. Melalui bagian ini mari kita belajar dan menanamkan dalam hati serta pikiran kita bahwa kuasa Yesus tidak pernah berubah selama-lamanya. Dia adalah Allah yang pernah menyelamatkan kita dan akan terus menyelamatkan serta menolong hidup kita.
Berjalan bersama Yesus bukan berarti kita bebas dari goncangan, namun ketika kita tetap berjalan bersama Tuhan dan memiliki sikap yang benar, maka kita akan tetap kuat di tengah goncangan.

Bahan sharing
- Mengapa sebagai orang Kristen kita harus kuat menghadapi goncangan? Jelaskan!
- Apa yang membedakan orang Kristen dengan orang yang belum percaya dalam menghadapi goncangan?


Sumber :
GBI ECCLESIA