Rabu, 19 Oktober 2016

SUSAHNYA MENGENDALIKAN KEINGINAN

( 2 Korintus 12:7-10 )

Agus berumur dua tahun melihat cokelat di supermarket. Ia merengek kepada ibunya agar dibelikan coklat. Ibunya menolak, "Mama tidak punya uang!" Agus lalu menangis. Ibunya menghardik, "Tidak boleh makan banyak cokelat, nanti Papa marah. "Tetapi Agus menangis lebih keras lagi. Orang-orang di supermarket menoleh dan sang ibu merasa malu, terpaksalah ia membeli cokelat itu. "Makannya tidak boleh sekarang, nanti dirumah bersama Kakak." Agus diam dan merasa puas. Ternyata di mobil ia telah menggigit cokelat itu, Ibunya menegur, lalu Agus menangis dan meronta, Ibunya berteriak, "Diam!" Tetapi Agus justru menangis semakin keras. Ibu itu pusing mendengar tangisannya dan menyerah, "Ya sudah, makanlah!" Lalu sang ibu berpikir, "Lain kali aku tidak akan ajak dia ke supermarket lagi." Dari kisah tersebut setidaknya ada 6 kesalahan yang dilakukan oleh sang Ibu. Pertama, Sang Ibu memberi contoh berbohong, ketika ia mengatakan tidak punya uang. Kedua, sang Ibu memberi motivasi yang keliru, seharusnya ia menyatakan bahwa cokelat dapat merusak gigi bukan nanti Ayah marah. Akibatnya anak tersebut akan bertumbuh dewasa dengan suatu konsepsi bahwa suatu perbuatan keliru harus dijahui bukan karena perbuatan itu keliru, melainkan nanti ada pihak yang marah. Ketiga, sang Ibu menyebut Ayah untuk menakut-nakuti. Ini memberi kesan bahwa ia sendiri kurang sanggup mendidik, lalu memakai backing. Keempat, sang Ibu menumbuhkan figur keliru tentang Ayah, sang Ayah digambarkan sebagai tukang menghukum. Kelima, sang Ibu membiarkan anaknya menodong dengan senjata tangisan. Ketika sang Ibu mengalah, anak dengan mudah membuat kesimpulan bahwa tangisan adalah senjata ampuh. Keenam, sang Ibu mengira bahwa dengan tidak mengajak anaknya ke supermarket, persoalan tersebut tidak muncul lagi. Padahal akar persoalanya masih tetap ada, yaitu kebiasaan si Agus untuk memaksa keinginannya. Siapa yang menjadi korban dari insiden cokelat ini? Tentu anak itu sendiri. Dia akan tumbuh dengan kebiasaan untuk memaksakan keinginannya dan ia akan terbiasa memakai cara itu. Disinilah letak peranan orangtua dalam pembentukan habituasi (kebiasaan) anak.

Pelajaran apa yang dapat kita petik sebagai orangtua maupun sebagai anak yang menjadi orangtua?

1. Cinta sayang bukan berarti mengabulkan semua keinginan yang kita cintai.
Banyak orangtua mengira bahwa demi cinta, keinginan anak perlu dikabulkan dan diutamakan. Ada orangtua yang tidak sampai hati ketika melihat anaknya sedih dan kecewa ketika keinginannya tidak terpenuhi, sehingga orangtua cenderung mengalah dan mengabulkan keinginan anak karena perasaan sayang anak. Cinta sayang yang keliru tersebut akan merugikan anak yang akan membuat anak tersebut bertumbuh menjadi dewasa dengan anggapan bahwa ia adalah nomor satu dan paling penting sehingga kelah semua orang (termasuk orangtuanya) harus mengalah. Mungkin ia akan bertumbuh menjadi egois dan serakah atau juga menjadi orang yang sulit mengatur keinginannya dan kurang mampu bersikap toleran terhadap frustasi. Sebagai orangtua kita harus memberikan cinta sayang yang benar kepada anak dengan tidak mengabulkan setiap keinginannya, sebagai anak kita harus belajar menghormati orangtua dan tidak memaksakan semua keinginan kita. Oleh karena itu firman Tuhan harus menjadi pedoman dalam kehidupan keluarga.

2. Orang percaya harus belajar mengendalikan keinginannya sekalipun tidak mudah
Sejarah keselamatan umat Israel yang dicatat Alkitab pun menunjukkan bahwa Allah tidak memperkenankan umat-Nya merengek dan memaksakan keinginan mereka. Alkitab juga memcatat banyak doa orang saleh yang tidak terkabul, misalnya Paulus yang mengalami penderitaan yang disebut sebagai "suatu duri dalam daging" (2 Kor. 12:7-19). Tuhan Yesus pun tidak memaksakan keinginan-Nya ketika ketika berdoa di Getsemani (Mat. 26:39). Baik sebagai orangtua, maupun sebagai anak, hari ini kita belajar bahwa tidak semua keinginan harus terkabul. Tidak patut kita merengek dan memaksakan keinginan kita kepada orang tua, terlebih kepada Tuhan. Justru karena Tuhan mencintai kita, maka dia tidak mengabulkan semua keinginan kita, Tuhan memberikan kita kesempatan untuk bergumul, bahkan terkadang frustasi dan kecewa agar kita belajar mengendalikan keinginan. Bergantunglah kepada Tuhan maka kita akan menang atas keinginan kita.

Bahan sharing
- Pernahkah kita menerima pengajarannya yang salah ketika masa kanak-kanak? Perubahan apa yang pernah kita alami setelah menerima Kristus?
- Bagaimana kita mengajar anak kita sebelum dan setelah kita menerima Kristus? Perubahan apa yang terjadi dalam diri anak kita setelah kita memberikan pengajaran yang benar melalui Firman Tuhan?


Sumber:
GBI ECCLESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar